Sabtu, 26 Oktober 2013

1. Angklung

 "Angklung"



1. Sejarah Angklung



Sejak kapan angklung muncul masih belum bisa diketahui secara pasti. Namun, ada angklung tertua yang usianya sudah mencapai 400 tahun. Angklung tersebut merupakan Angklung Gubrag yang dibuat di Jasinga, Bogor, Jawa Barat. Di Serang, angklung jenis ini dianggap sebagai alat musik sakral yang digunakan saat mengiringi mantera pengobatan orang sakit atau menolak wabah penyakit.

Angklung memang dikenal berasal dari Jawa Barat. Namun, di beberapa daerah di Indonesia juga ditemukan alat musik tradisional tersebut. Di Bali, angklung digunakan pada saat ritual Ngaben. Di Madura, angklung digunakan sebagai alat musik pengiring arak-arakan. Sementara di Kalimantan Selatan angklung digunakan sebagai pengiring pertunjukan Kuda Gepang. Sejarah mencatat bahwa di Kalimantan Barat juga terdapat angklung, tapi menurut beberapa tokoh kebudayaan, angklung tersebut tidak ada lagi.

Pada 1938, Daeng Soetigna menciptakan angklung yang didasarkan pada suara diatonik. Selain sebagai pengiring mantera, awalnya, angklung digunakan untuk upacara-upacara tertentu, seperti upacara menanam padi. Namun, seiring dengan berkembangnya alat musik ini, angklung digunakan dalam pertunjukan kesenian tradisional yang sifatnya menghibur.

Pada masa penjajahan Belanda, angklung menjadi alat musik yang membangkitkan semangat nasionalisme penduduk pribumi. Karena itu, pemerintah Belanda melarang permainan angklung, kecuali jika dimainkan oleh anak-anak dan pengemis karena dianggap tidak memberikan pengaruh apa pun.

Setelah mengalami pasang surut, Daeng Soetigna berhasil menaikkan derajat alat musik angklung. Bahkan, angklung diakui oleh seorang musikus besar asal Australia Igor Hmel Nitsky pada 1955. Angklung dengan suara diatonis yang diciptakan oleh Daeng membuat angklung turut diakui pemerintah sebagai alat pendidikan musik.

Sepeninggal Daeng Soetigna, angklung dikembangkan lagi berdasarkan suara musik Sunda, yaitu salendro, pelog, dan madenda. Orang berjasa yang mengembangkannya adalah Udjo Ngalagena. Udjo yang merupakan salah seorang murid Daeng Soetigna ini mengembangkan alat musik angklung pada 1966.

Sebagai wujud mempertahankan kesenian angklung, Udjo atau biasa dikenal Mang Udjo membangun pusat pembuatan dan pengembangan angklung. Tempat tersebut diberi nama “Saung Angklung Mang Udjo”. Lokasinya berada di Padasuka, Cicaheum, Bandung. Di tempat ini, seringkali diadakan pertunjukan kesenian angklung. Pengunjung yang hadir dapat ikut serta mencoba belajar memainkan alat musik tersebut.


2.     Pengertian Angklung
Angklung adalah sebutan bagi alat musik yang terbuat dari bambu. Ada yang mengatakan bahwa istilah ini berasal dari dua kata bahasa Bali yaitu angka (artinya nada) dan lung (artinya patah/putus), karena memang alat ini berbunyi dengan suara terputus-putus karena digetarkan. Sementara itu di Sunda, istilah ini dianggap berasal dari kata angkleung-angkleungan (artinya gerakan bergoyang) dan klung (bunyi bambu dipukul).
Angklung adalah alat musik multitonal (bernada ganda) yang secara tradisional berkembang dalam masyarakat berbahasa Sunda di Pulau Jawabagian barat. Alat musik ini dibuat dari bambu, dibunyikan dengan cara digoyangkan (bunyi disebabkan oleh benturan badan pipa bambu) sehingga menghasilkan bunyi yang bergetar dalam susunan nada 2, 3, sampai 4 nada dalam setiap ukuran, baik besar maupun kecil.

Dictionary of the Sunda Language karya Jonathan Rigg, yang diterbitkan pada tahun 1862 di Batavia, menuliskan bahwa angklung adalah alat musik yang terbuat dari pipa-pipa bambu, yang dipotong ujung-ujungnya, menyerupai pipa-pipa dalam suatu organ, dan diikat bersama dalam suatu bingkai, digetarkan untuk menghasilkan bunyi. Angklung terdaftar sebagai Karya Agung Warisan Budaya Lisan dan Nonbendawi Manusia dari UNESCO sejak November 2010.

3.     Jenis-jenis Angklung dan Penjelasannya

Alat musik angklung memiliki banyak jenisnya. Jenis-jenis angklung dapat di bagi menjadi 9 macam angklung yaitu :
a.         Angklung Kanekes
b.         Angklung Dogdog Lojor

c.         Angklung Gubrag


d.          Angklung Badeng
e.         Buncis

f.           Angklung Padaeng

g.          Angklung Sarinande

h.          Angklung Toel

i.           Angklung Sri-Murni


https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhkrVRA0mZGiZyI3NUzNzcLU8DnReSml543Cd8rkybXfgBaon1-XHv0vokzg3b1wlopybvaO2-D5vh03dWrQJ5YbyP_3vJed-gbu4K4cZrebchgcDaTcTraIU7LFjNuuktEgevf2609-vs/s200/buncis.jpg

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg_FWwXZaLGJEl5h3A810Bs51WhJH8mcHD7aPf7HK8fUw-m3_GEOqxAO99SFn8PbxlKQaA_OWiitmrtv_Q2kqfMs8E3aLqAZwXO4R5RjxKSYsmGCD-teuNI-6MKJudEFcvKWuE__f-egJg/s200/kanekes.jpg










1.              Proses Pemilihan Bahan Bambu yang baik

Bambu adalah bahan baku dari Angklung. Dipilih berdasarkan usia yaitu minimal 4 tahun dan tidak lebih dari 6 tahun dan dipotong pada musim kemarau dari pukul 9 pagi sampai pukul 3 sore hari. Setelah memotong dasar dari pohon bambu, dengan ukuran kurang lebih 2-3 jengkaldari permukaan tanah, bambu harus disimpan selama sekitar 1 minggu, sehingga bambu benar2 tidak berisi air.


Setelah seminggu, bambu harus dipisahkan dari cabang-cabangnya. Dan dipotong menjadi berbagai ukuran tertentu. Kemudian, bambu harus disimpan selama sekitar satu tahun untuk mencegah dari gangguan hama. Beberapa prosedur adalah: dengan cara merendam bambu di genangan lumpur, kolam atau sungai, juga bisa dengan cara diasapi di perapian (diunun), dan prosedur modern: dengan menggunakan formula cairan kimia tertentu.


2.                   Bagian Bahan Bambu yang digunakan untuk membuat Angklung



Angklung terdiri dari 3 bagian:

Tabung Suara
Bagian terpenting dari suatu Angklung, adalah tabung suara yang menghasilkan intonasi. Proses setem dapat menghasilkan intonasi.

Kerangka
Kerangka tabung untuk tempat berdiri di.

Dasar
Berfungsi sebagai kerangka tabung suara.

3. Proses Penyeteman


Pembentukan tabung suara
Ini adalah proses membentuk bambu menjadi sebilah tabung suara.

Proses Penyeteman
Ini adalah proses meniup bagian bawah tabung angklung dan menyamakan suaranya ke alat tuner.

Proses utama dari penyeteman
Ini adalah proses penyeteman suara dengan meninggikan dan menurunkan nada dengan membunyikan nadanya. Dan ini juga merupakan proses meninggikan nada dengan memotong bagian atasnya sedikit, dan menurunkan nada dengan menyerut kedua sisi bilah tabung dengan pisau.



Cara menggunakan alat Tuner:
Untuk menggunakan tuner, kita harus memperhatikan baik dari lampu di sebelah kiri dan kanan dari panel, dan juga jarum penunjuk.


Sebagai contoh, jika Anda akan membuat sebuah nada “F”, anda harus menggoyangkan angklung sembari memperhatikan baik dari lampu yang akan menyala bersamaan, dan untuk jarum penunjuk yang akan menunjukkan angka “F”.


4. Tahap Akhir

Setelah masing-masing tabung suara memiliki nada, tabung harus diletakkan ke dalam rangka dan diikat dengan tali rotan.

5. Pemeliharaan

Menala / Men-stem Angklung

Apabila suara Angklung menjadi lebih tinggi, hendaknya daun Angklung (sisi A) diraut dengan pisau raut sedikit demi sedikit hingga mencapai suara yang dikehendaki.


Apabila suara Angklung menjadi lebih rendah, hendaknya ujung Angklung (sisi B) dipotong sedikit demi sedikit sehingga suaranya menjadi normal kembali.


Penyimpanan dan Pemeliharaan Angklung
Untuk dimaklumi bahwa Angklung terbuat dari bahan bambu, konstruksi atau kekuatannya tidak seperti bahan logam, sehingga perlu pemeliharaan dan penyimpanan yang baik. Angklung yang baik terbuat dari bahan bambu yang telah melewati proses quality control yang baik. Lama penyimpanan bambu sebelum diproses menjadi Angklung sedikitnya harus berumur satu tahun. Proses pengeringan bambu ini berfungsi agar Angklung yang dibuat menghasilkan suaranya tepat/nyaring dan tidak mudah terkena hama rayap. Usia Angklung apabila perawatannya baik dapat mencapai 10 tahun.



Berikut adalah langkah- langkah yang dapat dilakukan untuk memelihara instrument Angklung:

·           Begitu Angklung tiba di tempat yang baru, segeralah buka dan gantungkan pada tiang standard yang telah disediakan. Penyimpanan dalam kardus/tempat tertutup lebih dari 7 hari dapat mengakibatkan perubahan suara dan penjamuran pada bambu.

·           Penyimpanan Angklung sebaiknya dengan cara digantung, tidak ditumpuk.

·           Penyimpanan Angklung haruslah di tempat kering dan tidak lembab dengan temperatur berkisar 25 – 33 C.
Jangan simpan Angklung di tempat terbuka yang mendapatkan sinar matahari/hujan secara langsung.
·           Untuk memelihara Angklung dari penjamuran dan rayap, gunakan obat anti rayap dan jamur produksi SAU secara teratur 2 minggu sekali dengan proses penyemprotan.

·           Untuk menjaga kualitas suara lakukanlah penalaan/re-tuning Angklung secara berkala.

·           Bagi Angklung yang disimpan di daerah panas dengan suhu temperatur >30 C terkadang menyebabkan sedikit retak pada pangkal tabung. Hal ini tidak mengganggu suara, dan penanganannya cukup diberikan lem kayu. (sumber: angklung ujo)



https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgn3dqu3Gxt-mub0XFjo8fSalHZp7CmihsVzqTwMoYOhCfaz2W9PWpGzOhbIyxRisPTIuKlf46wB7joOrd3rgxaxH2jC0WHui0veGUJuCOYZBiTs2w-J_whS4ohSzsvjVLiJGvi4O_OVtc/s320/Angklung6_by_Arthur+SM.jpg




1 komentar:

  1. tolong kasi masukan atau sarannya ya :D terima kasih karena sudah berkunjung di blog saya =D

    BalasHapus